Benarkah Adolf Hitler meninggal di Surabaya?

Benarkah Adolf Hitler meninggal di Surabaya? Penemuan bangkai kapal selam Nazi Jerman tipe Unterseeboot atau U-Boat di Karimun Jawa, Selasa (19/11/2013) belum lama ini mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, kapal sisa perang dunia ke-2 itu ditemukan lengkap dengan banyaknya kerangka dan tulang belulang para awaknya.

Spekulasi yang menyebutkan teori konspirasi Adolf Hitler meninggal di Indonesia-pun kembali mencuat. Benarkah kapal tersebut tenggelam setelah mengantarkan Hitler ke Indonesia dalam pelariannya?

Sebelumnya, pimpinan Partai Nazi berjuluk Fuhrer, itu diyakini tewas bunuh diri dengan cara menembakkan diri pada tanggal 30 April 1945 di sebuah bunker di Berlin. Aksi itu dilakukannya setelah Uni Soviet berhasil menduduki Jerman. Begitulah kisah resmi yang dipercayai para sejarawan. 

Namun, berita itu disangkal laman Daily Telegraph, Senin 28 September 2009, dalam Program History Channel Documentary Amerika Serikat. Daily Telegraph menyebut, jika tengkorak Hitler yang disimpan Rusia bukan milik sang Fuhrer. Melainkan, tengkorak milik perempuan berusia di bawah 40 tahun.

Adolf Hitler meninggal di Surabaya

Adolf Hitler meninggal di Surabaya


Program Discovery itu sedianya akan memperkuat teori bahwa Hitler tidak bunuh diri pada 1945 seperti yang dipercaya selama ini. 

Berbagai teori kematian sang diktator itu-pun muncul seiring pemberitaan Daily Telegraph. Banyak sejarawan yang meyakini Hitler meninggal di Argentina, Brazil, Amerika Selatan, bahkan Indonesia.

Namun, dalam tulisan ini tidak mengulas teori konspirasi kematian Hitler di negara lain, namun, kami akan mengulas teori konspirasi kematian Hitler di Indonesia. 

Sang Fuhrer meninggal di Surabaya

Di Indonesia, beredar sebuah informasi yang menyatakan Hitler tidak tewas pada tahun 1945. Ia berhasil melarikan diri ke Indonesia dan menjadi seorang dokter di Sumbawa Besar.


Hal itu mencuat setelah temuan buku tua yang ditulis dengan menggunakan bahasa steno Jerman kuno. Sebenarnya buku tersebut tanpa judul, sehingga muncul beberapa istilah untuk menyebutnya, di antaranya 'Brandenburg Codex'. 

Buku itu berisi catatan penyelamatan sang Fuhrer dari Berlin hingga kemungkinan terakhir adalah Surabaya. Buku itu diperkuat lagi dengan catatan pribadi Dokter Poch, seorang dokter berkewarganegaraan Jerman di Sumbawa yang diyakini sebagai Adolf Hitler yang sesungguhnya.

Dalam catatan Poch, dia dan istrinya menghindari pengejaran sekutu meninggalkan Roma, sama persis dari buku tua itu, bahwa kode tersebut adalah F B S G J B S R. Yakni F yang berarti Fuhrer (sang pemimpin), kemudian B (Berlin), S (Salzburg), G (Graz), J (Jugoslavia), B (Belgrade), S (Sarajevo), R (Rome), sebelum akhirnya ke Sumbawa Besar. 

Dokter Poch sendiri diidentifikasi sebagai Hitler yang sesungguhnya oleh seorang dokter lulusan Universitas Indonesia (UI), dr Sosrohusodo, yang bertugas di rumah sakit di Sumbawa. Dr Sosrohusodo bahkan menulis pengalamannya tersebut pada sebuah artikel di Harian Pikiran Rakyat sekira tahun 1983. 

Dalam tulisan artikel tersebut, dr Sosrohusodo menyebutkan jika dirinya bertemu dengan seorang dokter tua asal Jerman bernama Poch di Sumbawa pada tahun 1960.

Dia mengatakan, jika dokter tua asal Jerman yang ditemui dan diajaknya bicara adalah Hitler di masa tuanya. Bukti-bukti yang diajukan Sosrohusodo, yakni dokter tersebut tak bisa berjalan normal, dan selalu menyeret kaki kirinya ketika berjalan. Tak hanya itu, ia menyebut jika tangan kiri dokter Jerman itu selalu bergetar. 

"Dokter Poch berkepala gundul dan juga punya kumis vertikal mirip Charlie Chaplin. Saat bertemu dengannya di tahun 1960, orang itu berusia 71 tahun," tulis dr Sosrohusodo.

Dokter Poch, hitler

Menurut Sosrohusodo, dokter asal Jerman yang dia temui sangat misterius. Dia tidak punya lisensi untuk menjadi dokter. Bahkan, dia sama sekali tak punya keahlian tentang kesehatan. 

Keyakinan Sosro, bahwa dia bertemu Hitler dan Eva Braun, membuatnya makin tertarik membaca buku dan artikel soal Hitler. Kata dia, setiap melihat foto Hitler di masa jayanya, dia makin yakin bahwa Poch, dokter tua asal Jerman yang dia temui adalah Hitler.

Keyakinannya bertambah saat seorang keponakannya, memberinya buku biografi Adolf Hitler karangan Heinz Linge yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Try Budi Satria. Dalam halaman 59 artikel itu diceritakan kondisi fisik Hitler di masa tua. 

"Sejumlah orang Jerman tahu Hitler menyeret kakinya saat berjalan, penglihatannya makin kabur, rambutnya tak lagi tumbuh. Kala perang makin berkecamuk dan Jerman terus dipukul kalah, Hitler menderita kelainan syaraf," sebut dr Sosrohusodo.

Sosro pun mengaku masih ingat betul beberapa percakapannya dengan Poch yang diduga adalah Hitler. Dalam setiap kesempatan, Poch selalu memuji-muji Hitler. Dia juga mengatakan tak ada pembunuhan di Auschwitz, kamp konsentrasi yang diyakini sebagai lokasi pembantaian orang-orang Yahudi. 

"Saat saya bertanya soal kematian Hitler, dia mengatakan tak tahu. Sebab, saat itu situasi di Berlin dalam keadaan chaos. Semua orang berusaha menyelamatkan diri masing-masing," kata Sosrohusodo.

Iapun mengaku pernah memeriksa tangan kiri Poch yang selalu bergetar. Saat menanyakan kapan gejala ini mulai terjadi, Poch lalu bertanya pada istrinya. Istrinya pun menjawab, "ini terjadi ketika Jerman kalah di pertempuran dekat Moskow. Saat itu Goebbels mengatakan padamu bahwa kau memukuli meja berkali-kali."

Goebbels yang disebut istri Poch diduga adalah Joseph Goebbe, menteri propaganda Jerman yang dikenal loyal dengan Hilter. Kata Sosro, istri Poch, yang diduga Eva Braun, beberapa kali memanggil suaminya 'Dolf', yang diduga kependekan dari Adolf Hitler. 

Beberapa tahun kemudian, ia penasaran dengan kondisi dr Poch. Dr Sosro pun kemudian menghubungi pemerintah setempat. “Semakin saya ditentang, akan semakin keras saya bekerja untuk menemukan bukti-bukti lain,” kata lelaki yang lahir pada tahun 1929 di Gundih, Jawa Tengah itu.

Dari informasi itu diketahui, Poch akhirnya meninggal pada 15 Januari 1970 pukul 19.30 di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya karena serangan jantung, dalam usia 81 tahun. Dia dimakamkan sehari kemudian di daerah Ngagel. Sementara istrinya terlebih dulu pulang ke negaranya Jerman karena tak cocok dengan udara di Sumbawa.

Menurut penuturan Sosrohusodo, Poch menikah lagi dengan Sulaesih, wanita Sunda asal Bandung yang mengembara ke Sumbawa. Saat sang istri hendak kembali ke Jerman, ia menitipkan dr Poch kepada Sulaesih. Tak lama kemudian, kedua insan yang terpaut usia jauh inipun menikah.

"Sulaesih akhirnya memberi semua dokumen milik suaminya kepada saya, termasuk foto perkawinan, surat izin mengemudi lengkap dengan sidik jari Poch," ungkap Sosro setelah menemui Sulaesih.

Ada juga buku catatan berisi nama-nama orang Jerman yang tinggal di beberapa negara, seperti Argentina, Italia, Pakistan, Afrika Selatan, dan Tibet. Juga beberapa tulisan tangan steno dalan bahasa Jerman Buku catatan Poch berisi dua kode, J.R. KepaD No.35637 dan 35638, kode simbol lelaki dan perempuan. 

"Ada kemungkinan buku catatan dimiliki dua orang, Hitler dan Eva Braun," kata Sosro.

Teori dr Sosrohusodo pun mendapat perhatian cukup luas di media lokal. Bahkan, teori ini menginspirasi Peter Levenda, penulis Amerika Serikat, untuk menulis sebuah buku mengenai teori ini pada tahun 2012 yang secara efektif membuat klaim dr Sosrohusodo menjadi cukup terkenal di barat. 

Mengapa Hitler melarikan diri ke Indonesia?

Menurut seorang penulis buku 'Hitler Mati di Indonesia', Ir KGPH Soeryo Goeritno, banyak pertimbangan mengapa Hitler memilih Indonesia sebagai tempat pelariannya. 

Soeryo menjelaskan, kebanyakan bekas tentara Nazi pindah dan kabur ke negara-negara di daerah Amerika Selatan seperti Brasil dan Argentina. 

"Hitler sudah tahu masalah itu, oleh karenanya ia tak mau ke Amerika Selatan karena pasti ditemukan oleh tentara dan intelijen AS serta intelijen negara-negara musuhnya," sebut Soeryo.

Menurut Soeryo, Hitler memilih melarikan diri ke Indonesia lantaran memiliki hubungan baik dengan Soekarno. Ia tahu, jika Soekarno merupakan sosok yang tak menyukai imperialisme yang dipelopori Inggris dan Amerika Serikat.

Tak hanya alasan itu saja mengapa Hitler menimbang jika Indonesia merupakan tempat yang cocok untuk pelariannya. Soeryo mengatakan, Indonesia disebut sebagai 'Atlantis yang hilang' oleh Prof Arysio Santos (Pakar Fisika Nuklir dan Geolog Brazil).

"Legenda Atlantis lekat dengan agama Nazi, oleh sebab itu sejak lama Hitler mencarinya. Bahkan tentara Nazi mencari Atlantis hingga ke kutub selatan," jelasnya.

(Dari Berbagai Sumber: Daily Telegraph; Harian Pikiran Rakyat; Buku 'Hitler Mati di Indonesia'; sindonews.com)

No comments:

Post a Comment